[Bagian 1] Cerita Atap Jawa Tengah

September 17, 2019

Aku benci dengan kesibukan monoton yang mendera, hingga aku terlupa pernah menulis draft judul ini pada laman draft blogku. Ditambah lagi aku harus mengingat cerita hampir satu tahun yang lalu. Lalu mengapa dulu tidak langsung kutulis ? Penyakit klasik, mager. Semager-magernya nulis jalur creative writing, tidak pernah semager kalau nulis academic writing yang tertimpa deadline. That’s annoying thing! cukup, sambatnya ! dasar manusia

Baiklah, atap Jawa Tengah yang selanjutnya kusebut dengan Gunung Slamet memiliki ketinggian 3428 mdpl. Seharusnya mendaki gunung ini sebelum wisuda S1 tahun 2018 silam, namun keadaan tidak membawaku kesana. Alasan klasik adalah budget. Akhirnya, 2019 menjadi saksi masa bahwa aku pernah ke Gunung Slamet hingga kepuncak dengan langkah yang tersengal-sengal menapaki bebatuan yang disusun warga hingga bebatuan yang disusun oleh alam Slamet sendiri.

H+4 setelah lebaran tahun 2019 lalu adalah waktu yang kupilih berangkat ke atap Jawa Tengah ini. Terminal Bawen adalah starting point sebelum mendaki ke atap ini. Kala itu, harga tiket bus pasca lebaran memang sedang naik. Tiket Bawen – Banjarnegara seharga kurang lebih Rp. 80.000. Sebenarnya basecamp gunung Slamet adalah di Purbalingga, ke Bnajarnegara ketemu sama orang yang mau guide-in kita semua. Kita naik ke atap Jawa Tengah sebanyak 4 orang dengan formasi 3 perempuan dan 1 lali-laki. Aku, Amal, Osi dan Lukman. Lukman satu-satunya orang yang pernah naik ke Slamet diantara kami berempat.

Seperti gunung-gunung yang lain, menuju kearah basecamp gunung selalu diselimuti suhu yang rendah. Perjalanan sekitar 2,5 sampai 3 jam, dari Banjarnegara menuju Purbalingga.

Tiba di Basecamp

Lalu lalang antar pendaki menjadi hal yang biasa ketika kita tiba di basecamp pendakian. Ada pendaki yang baru saja turun hingga pendaki yang mengalami hipotermia pun turut menambah hiruk pikuk basecamp gunung Slamet. Tepat waktu magrib kami tiba di basecamp, kuota pendaki hanya dibatasi 300 pendaki saja dan ketika kami tiba, kuota hanya sisa 90 an pendaki. Terlupa kami tidak membawa surat sehat dari dokter. Ya, beberapa gunung terkenal yang sudah mulai pembenahan administrasi, surat sehat dari dokter memang sangat penting sebagai bukti kalau kita sedang dalam keadaan baik-baik saja secara jasmani. Pada akhirnya, kami harus menandatangani surat bermaterai jika ada apa-apa yang berkaitan dengan kesehatan, pihak basecamp tidak akan bertanggungjawab. Pembelajaran penting yang dapat dipetik adalah, selalu cek syarat administratif sebelum simaksi.

Mulai mendaki

Setelah kami sholat, makan dan packing, pukul 19.30 dengan diawali do’a kami berempat mulai berjalan menyusuri jalan menuju badan gunung Slamet. Seperti yang sudah-sudah, satu jam pertama adalah penyesuaian badan terhadap gerak kaki, suhu, serta beban yang harus dibawa. Titik waktu ini adalah awal cerita panjang nan terjalnya gunung Slamet.

Tags: , , , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *