[Bagian 2] Cerita Atap Jawa Tengah

July 1, 2023

Disclaimer: The story is based on the author’s memory 4 years ago

Pendakian malam sebenarnya bukan pilihan utama, karena resiko akan lebih besar karena minimnya cahaya. Hanya saja karena kota asal dengan basecamp yang begitu jauh, pendakian malam terpaksa kami tempuh dengan persiapan matang dan maksimal.

Berdoa mulai …. ucap salah satu dari kami didepan gerbang Pos Bambangan. Mulai melangkah dengan langkah dan beban yang berat di punggung. Seperti biasa, aku selalu menjadi yang paling akhir. Cukup ramai gunung Slamet kala itu, baik yang menuju pulang maupun sedang memulai perjalanan ke puncak. Pengunjung dibatasi karena bertepatan libur lebaran hari ke-empat.

Sekitar pukul 19.30 kita mulai naik. Track awal merupakan kebun warga setempat. Udara dingin sudah tak kami rasakan karena jalan yang langsung menanjak ditambah beban yang ada dipunggung kami. Suhu mulai terasa panas karena mulai berat beban kerja yang ditanggung oleh badan kami. Aroma khas lahan pertanian warga dengan pupuk alaminya menambah warna penciuman kami malam itu.

Terus berjalan dan sesekali berhenti, kami lakukan begitu seterusnya hingga tak mungkin sekali kami berhenti saat perjalanan. Sampailah kami di pos 1, tak ingat betul jam berapa kami tiba di pos 1. Shelter besar sebagai penanda tibanya kita di pos 1, pondok Gemirung namanya.

Lanjut perjalanan sampai pos 2. Sepanjang perjalanan kami lalui beberapa shelter namun tampak seperti warung, Jika musim libur, banyak pedagang yang berjualan disepanjang jalur pendakian hingga pos sebelum pos Pelawangan. Tiba di pos 2 sekitar pukul 2 pagi. Cukup santai kami berjalan, hingga kami putuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat sampai subuh.

Pagi tiba

Sarapan

Usai menikmati pagi, sekitar jam 6 kami berjalan menuju ke puncak. Tak sedikit pendaki yang melakukan perjalanan naik dan turun kemudian berpapasan dengan kami. Seperti biasa, aku selalu dibelakang, karena mampuku hanya berjalan pelan. Kami meninggalkan tenda dan hanya membawa barang dan bekal seperlunya untuk keatas. Perjalanan yang terus menanjak cukup membuat nafas tersengal. Hingga akhirnya kami menemukan warung yang sangat ramai di pos 3. Disini kami mendapatkan sinyal akan tetapi tidak begitu kuat. Untuk mengabarkan orang dirumah via WhatsApps, cukup lah.

Pos 3 ! Ceria banget nemu semangka sepotong Rp. 3000. Berusaha nikmatin perjalanan sih kalau ini, atap Jawa Tengah yang tracknya nanjak terus. Lebih jelasnya, lihat peta aja ya.

Foto peta bersumber dari sini ya!

Menuju perjalanan pos 4, hutan semakin rapat namun tetap terlihat cahaya Matahari. Lumut pohon sudah bersambut sejak di pos 2. Pos 4 bernama Samaranthu. Ditandai dengan pohon yang tumbuh miring sehingga kita bisa menaikinya. Namun tetap harus berhati-hati karena tingginya dari tanah ke pohon.

Masih dalam perjalanan, menuju pos 5. Dengan waktu tempuh sekitar 45 menit – 1 jam. Berjalan pelan dan berhenti kemudian lanjut lagi dengan modal semangat dan perbekalan yang ada, konsisten kami lakukan. Ritme itu yang kami lakukan hingga pos ke-8. Pos sebelum Pelawangan atau pos 9. Tidak banyak yang kami abadikan. Melainkan pos 8 dan puncak gunung Slamet.

Pos terakhir yang dapat ditumbuhi tumbuhan, karena di pos 9 merupakan pos yang hanya ada batu dan pasir khas gunung berapi. Pasir gunung ini hingga ke puncak yang merupakan hamparan pasir gunung berapi aktif disertai tanah dan batuan padat.

Akhirnya sampai puncak kira-kira jam 15.30 dengan start perjalanan dari pos 2 jam 6 pagi. Cukup lama bukan ? Berjalan dengan nafas tersengal, track yang bisa dikatakan minim bonus. Bagi para pendaki, jalan datar dapat dikatakan sebagai bonus. Beberapa pohon besar tumbang secara alamiah, membuat kesan “hutan” gunung semakin dekat kepada para pendaki. Tak lupa kami melaksanakan salat di pos yang ada di Slamet. Tidak ingat betul, pos berapa yang kami gunakan untuk salat.

Salah satu kesan yang melekat denganku khususnya pada bagian tangan ketika naik dari pos pelawangan menuju ke puncak adalah terkilir ketika hendak naik ke puncak. Entah salah salah urat atau terkilir aku kurang tahu pasti. Dampaknya adalah tangan kananku tidak mampu sebagai tumpuan. Padahal perjalanan turun masih panjang dan lebih sering sedikit lari dan harus berpegangan pada batang pohon. Hal ini terpaksa aku lakukan dengan tangan kiri. Kadang kalau aku terlupa, tangan kanan kugunakan sebagai tumpuan dan berakhir kesakitan. Diputuskan sepanjang perjalanan aku menggunakan kain sorban milik Osi untuk menggantung tangan ke leher.

Perjalanan turun dari puncak sudah memasuki waktu sore. Seperti biasa, perjalanan turun terasa begitu cepat dan tak lupa lutut ada sensasi bergetar. Tak ingat betul pukul berapa kita sampai pada pos-pos yang kami lalui. Hingga kami tiba kembali ke pos 2 sekitar tengah malam. Sampai tenda, kami mengganti pakaian yang kami kenakan secara bergantian. Bagaimana tidak, dua hari kami bermandikan keringat, pasir, bebatuan, debu dan kerikil milik gunung tertinggi di Jawa Tengah ini. Kami melaksanakan salat didalam tenda. Rasanya badan kami tidak karuan. Sambil melihat-lihat foto sepanjang jalur hingga puncak, kami menunggu kantuk sambil berbaring. Akhirnya kami sudah tidak ingat apapun karena tertidur hingga pagi.

Pagi kedua datang…

Sambut pagi dengan tayamum laksanakan salat Subuh. Setelah usai salat, kami mulai bersih diri sesuai kebutuhan masing-masing dan dilanjutkan sarapan dengan sisa bekal yang ada. Pegal masih selimuti anggota tubuh, membiarkannya adalah salah satu cara untuk lupa. Toh, setelah ini masih ada perjalanan menuju pos 1 hingga basecamp.

Usai sarapan, kami bersih-bersih sekitar tenda dan packing. Perjalanan yang sisa sedikit kami mulai kembali sampai ke basecamp Bambangan dimana tempat kami bermula. Lagi-lagi tidak ingat berapa lama kami turun. Sampai basecamp kami lapor ke pos lalu mencari kamar mandi untuk mandi. Sekitar pos Bambangan banyak warga yang menyediakan fasilitas kamar mandi umum untuk para pendaki karena terbatasnya kamar mandi yang disediakan pihak basecamp.

Akhirnya perjalanan panjang menuju atap Jawa Tengah sudah usai. Cukup terharu, kami mampu lalui ini semua dengan teguh. Sekian

Tags: , , , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *